BAB III. AIR DALAM BAHAN PANGAN
3.1 Peranan Air
Air mempunyai peranan penting di dalam suatu bahan pangan. Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan aktivitas mikroorganisme. Karakterisitik hidratasi bahan pangan merupakan karakterisitk fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya.
Menurut Wirakartakusumah, dkk (1989) bahwa air dibagi atas empat tipe moleku air berdasarkan derajat keterikatan air dalam bahan pangan, sebagai berikut:
- Tipe I, yaitu moleku air yang terikat secara kimia dengan molekul-molekul lain melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Derajat pengikatan air ini sangat besar sehingga tidak dapat membeku pada proses pembekuan dan sangat sukar untuk dihilangkan dari bahan. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom oksigen dan nitrogen seperti karbohidrat, protein dan garam.
- Tipe II, yaitu molekul air yang terikat secara kimia membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lainnya. Jenis air ini terdapat pada mikrokapiler dan sukar dihilangkan dari bahan. Jika air tipe ini dihilangkan seluruhnya, maka kadar air bahan berkisar antara 3 – 7%.
- Tipe III, yaitu molekul air yang terikat secara fisik dalam jaringan – jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain – lain. Air tipe ini mudah dikeluarkan dari bahan, dan bila diuapkan seluruhnya, kadar air bahan mencapai 12 – 25%. Air ini dimanfaatkan untuk pertumbuhan jasad renik dan merupakan media bagi reaksi kimiawi.
- Tipe IV, yaitu air bebas yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.
Peranan air dalam berbagai produk hasil pertanian dapat dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Sedangkan di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban mutlak.
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Dalam suatu bahan pangan, air dikategorikan dalam 2 tipe yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas menunjukan sifat-sifat air dengan keaktifan penuh, sedangkan air terikat menunjukan air yang terikat erat dengan komponen bahan pangan lainnya. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem disperse.
Air terikat (bound water) merupakan interaksi air dengan solid atau bahan pangan. Ada beberapa definisi air terikat adalah sejumlah air yang berinteraksi secara kuat dengan solute yang bersifat hidrofilik. Air terikat adalah air yang tidak dapat dibekukan lagi pada suhu lebih kecil atau sama dengan -40C, merupakan subtansi nonaqueousdan mempunyai sifat yang berbeda dengan air kamba. Air dalam bahan pangan terikat secara kuat pada sisi-sisi kimia komponen bahan pangan misalnya grup hidroksil dari polisakarida, grup karbonil dan amino dari protein dan sisi polar lain yang dapat memegang air dengan ikatan hidrogen.
Menurut Nagashima dan Suzuki (1981), air terikat meliputi:
- Air hidratasi
- Air dalam mikrokapiler atau air yang terjebak dalam mikrokapiler
- Air yang terabsorbsi pada permukaan solid.
Air terikat berhubungan dengan energi pengikatan yang tinggi. Energi pengikatan merupakan istilah termodinamika yang menyatakan perbedaan antara panas absorbsi air oleh solid dengan panas kondensasi uap air pada suhu yang sama. Berdasarkan tingkat energi pengikatan, air terikat terbagi atas tiga fraksi yaitu:
- Fraksi air terikat primer
- Fraksi air terikat sekunder
- Fraksi air terikat tersier
Proses pengawetan produk pertanian dititikberatkan kepada kandungan air pada bahan. Kebanyakan pengawetan bahan bertujuan untuk mengurangi sebagian kadar air pada bahan seperti pengeringan, evaporasi, dan sebagainya. Dengan berkurangnya air dan berubahnya wujud air pada bahan maka pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis dapat dihambat atau dihentikan, sehingga bahan lebih awet. Selain air yang terdapat pada bahan, yang menjadi ancaman pada bahan adalah air yang terdapat di udara dalam bentuk uap air. Hal ini menjadi ancaman bahan pada saat penyimpanan. Perbedaan tekanan uap air antara bahan dan lingkungan dapat menyebabkan air berpindah dari lingkungan ke bahan atau sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan kandungan air pada bahan bertambah atau berkurang.
Produk pertanian banyak diawetkan dalam bentuk bubuk dan tepung, Bubuk dan tepung memiliki kadar air yang rendah dan porositas yang tinggi sehingga bersifat higroskopis dimana produk dapat menyerap uap air dari lingkungan atau melepaskan air dari bahan ke lingkungan. Penurunan mutu pada produk berbentuk bubuk atau tepung dapat dilihat secara visual seperti produk menggumpal dan berair, atau reaksi enzimatis seperti perubahan warna. Pada umumnya penyimpanan bahan pertanian dilakukan pada lingkungan yang suhu dan kelembaban relatif (RH) yang tidak terkendali, hal ini menyebabkan bahan akan mengalami adsorpsi maupun desorpsi secara bergantian setiap waktu.
3.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb) yang dinyatakan dengan persamaan dibawah ini:
(3.1)
Dimana:
m : Kadar air basis basah (%)
Wm : Berat air dalam bahan (gr)
Wm : Berat padatan (gr)
Cara lain yang digunakan untuk mengukur kadar air adalah kadar air basis kering (bk) yaitu berat air yang diuapkan dibagi dengan berat padatan
(3.2)
Dimana:
M : Kadar air basis kering (%)
Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan).
Hubungan antara kadar air basis basah (m) dan kadar air basis kering (M) adalah sebagai berikut:
Kemudian pembilang dan penyebut dari persamaan tersebut dibagi dengan masa padatan kering sehingga diperoleh:
(3.3)
Hubungan diatas digunakan untuk menghitung kadar air basis basah (m) jika kadar air basis kering (M) diketahui. Dan sebaliknya, jika kadar air basis basah (m) yang diketahui maka kadar basis keringnya (M) adalah sebagai berikut.
(3.4)
Contoh soal 1.
Tentukan kadar air basis kering dari ikan tuna yang memiliki kadar air basis basah sebesar 70% bb.
3.3 Kadar Air Keseimbangan
Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif tertentu. Menurut Heldman dan Singh (1981), Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan.
Gambar 3.2 Hubungan antara RH dan kadar air keseimbangan
Gambar 3.3 Kondisi keterikatan air berdasarkan RH dan Kadar Air
Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis. Perhitungan empiris untuk menentukan kadar air keseimbangan adalah (Henderson, 1952 dalam Hall, 1980):
(3.5)
dimana: RH = Kelembaban relatif (%)
T = Suhu absolute (K)
Me = Kadar air keseimbangan (%) b.k.
c dan n = Konstanta (tergantung dari jenis bahan)
Tabel 3.1. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan
Produk | c | n |
Jagung pipil Gandum Kedelai Kapas Kayu | | 1.90 3.30 1.52 1.70 1.41 |
Sumber: Handerson dan Perry, 1976
Dalam percobaan menentukan kadar air keseimbangan, kondisi termodinamika udara (suhu dan kelembaban relatif) harus konstan. Penentuan kadar air keseimbangan ada dua metode yaitu metode dinamis dan statis. Metode dinamis, kadar air keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara yang bergerak. Metode dinamik biasanya digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan. Sedangkan metode statis, kadar air keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statik biasanya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara disekitar bahan relatif tidak bergerak.
Menentukan Nilai Me, K, dan A
Persamaan Lewis (Lewis, 1921; Sokhansanj dan Cenkowski, 1988) digunakan untuk menerangkan laju pengeringan pada bahan solid :
(3.6)
Dengan mengintegralkan persamaan 3.6) maka diperoleh:
(3.7)
(3.8)
Modifikasi persamaan Page (Page, 1949; Overhults et al. 1973) dalam Tan et al (2001) diperoleh persamaan berikut :
(3.9)
Henderson dan Pabis (1961) dalam Sokhansanj dan Cenkowski (1988), menyatakan bahwa nilai k hanya dipengraruhi oleh suhu udara pengering. Penentuan nilai k dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan suhu bahan terhadap waktu dan suhu udara pengering adalah eksponensial. Untuk menduga nilai k, model yang digunakan mengikuti persamaan Arhenius :
(3.10)
Menurut Henderson dan Perry (1976), model pengeringan lapisan tipis adalah :
(3.11)
Dimana, konstanta A adalah faktor bentuk tergantung bentuk geometri bahan yang dikeringkan. Untuk bentuk :
Lempeng : A = 8 π-2 = 0.81057
Bola : A = (8 π-2)-3 = 0.53253
Silinder : A = 6 π-2 = 0.60793
Sedangkan Me adalah kadar air keseimbangan (% bk) dan K adalah konstanta pengeringan, yaitu : , dimana DV = difusifitas massa
persamaan kadar air keseimbangan dapat dibuat dalam bentuk ;
(3.12)
dengan : M = Nilai deret
Sehingga persamaan di 3.12) menjadi :
dengan mendiferensialkan persamaan di atas terhadap Me, K dan A, maka didapatkan:
(3.13)
(3.14)
(3.15)
Dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil (least square), persamaan (3.12) dapat dinyatakan dalam bentuk :
dengan syarat minimum adalah :
Dari persamaan (9), dapat dibuat 3 persamaan simultan dengan 3 bilangan yang tidak diketahui, yaitu ; . Adapun bentuk persamaan simultannya adalah :
Persamaan (3.16) – (3.18) dapat dibuat dalam bentuk yang sederhana, seperti berikut :
P1 ΔMe + Q1 ΔK + R1 ΔA = X1 (3.16)
P2 ΔMe + Q2 ΔK + R2 ΔA = X2 (3.17)
P3 ΔMe + Q3 ΔK + R3 ΔA = X3 (3.18)
Persamaan (13) – (15), dalam bentuk matrik dapat ditulis seperti berikut ini :
=
Untuk menyelesaikan matrik persamaan (3.16 -3.18), untuk menentukan ΔMe, ΔK dan ΔA dengan cara terlebih dahulu menentukan nilai sembarang untuk ΔMe, ΔK dan ΔA. Perhitungan iterasi untuk nilai variable baru dilakukan dengan cara trial dan error.
Proses iterasi dilakukan terus sampai diperoleh hasil yang konvergen antara nilai variabel yang lama dengan nilai variable yang baru. Untuk mendapatkan hasil yang konvergen, maka harus dipenuhi syarat tertentu, yaitu nilai dari elemen-elemen diagonalnya tidak boleh mengandung nilai nol dan harga mutlak dari nilai elemen dari diagonal utamanya harus lebih besar dari harga mutlak jumlah nilai elemen-elemen yang lainnya. > dimana N = jumlah persamaan, i = 1,2,……N.
3.4 Aktivitas Air
Dalam bahan pangan, air berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses metabolisme, dimana kandungan air suatu bahan pangan tidak dapat digunakan sebagai petunjuk nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air atau water activity (Aw) yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai jenis mikroorganime yang yang dapat hidup pada nilai Aw tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.2:
Tabel 3.2 Nilai Aw yang dapat ditumbuhi mikroorganisme
Mikroorganisma | Aktivitas air |
Organisma penghasil lendir pada daging | 0,98 |
Spora Pseudomonas, Bacillus cereus | 0,97 |
Spora B. subtilis, C. botulinum | 0,95 |
C. botulinum, Salmonella | 0,93 |
Bakteri pada umumnya | 0,91 |
Ragi pada umumnya | 0,88 |
Aspergillus niger | 0,85 |
Jamur pada umumnya | 0,80 |
Bakteri halofilik | 0,75 |
Jamur Xerofilik | 0,65 |
Ragi Osmofilik | 0,62 |
Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kimia yang nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Pada nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses kimia. Sedangkan nilai aktivitas air sama dengan 1 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal.
Aktivitas air merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air dalam bahan yang digunakan untuk pertumbuhan jasad renik. Scott (1957) dalam Purnomo (1995), pertama kali menggunakan aktivitas air sebagai petunjuk adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan.
Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air dari larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama.
(3.19)
Dimana :
P : tekanan uap air dari larutan pada suhun T
Po : tekanan uap air murni pada suhu T
Aktivitas air dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan, menurut hukum Raoult, aw berbanding lurus dengan jumlah molekul di dalam pelarut (solvent) dan berbanding terbalik dengan jumlah molekul di dalam larutan (solution).
(3.20)
Dimana:
n1 = jumlah molekul zat yang dilarutkan
n2 = jumlah molekul air
Parameter ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relatif berimbang (equilibrium relative humidity = ERH) dibagi 100.
(3.21)
Aktivitas air mengambarkan sifat dari bahan pangan itu sendiri sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan atmosfir yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan air sesuatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan yang diberikan tergantung pada ERH. Aktivitas air dari bahan adalah untuk mengukur terikatnya air pada bahan pangan atau komponen bahan pangan tersebut dimana aw dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan aw lingkungan sekitarnya. Grafik hubungan antara kadar air dengan aw pada berbagai produk pangan.
Gambar 3.4. Hubungan Nilai aw dan Kadar Air pada berbagai bahan pangan
Contoh Soal 3.1
Ikan teri kering diberada pada lingkungan yang RH 30% pada suhu 15 oC selama 5 jam tanpa perubahan berat. Kadar air yang diukur adalah 7.5% bb. Produk dipindahkan ke lingkungan yang RH 50%. Dan pertambahan berat menjadi 0.1 kgH2O/kg produk sebelum keseimbangan dicapai. Tentukan:
a. Aktivitas air produk pada lingkungan pertama dan kedua.
b. Hitung kadar air produk basis kering pada kedua lingkungan.
Jawab
RH keseimbangan 30% pada lingkungan pertama dengan kadar air produk 7.5%bb. Untuk lingkungan dengan RH 30% akan jadi kadar air 0.075 kg H2O/kg produk
a. Kadar air bahan pangan adalah kelembaban relatif keseimbangan (moisture content equilibrium) dibagi 100. Pada lingkungan petama aktivitas airnya adalah 0.3, dan pada lingkungan kedua aktivitas airnya adalah 0.5.
b. Kadar air basis kering 7.5 %bb adalah 8.11% bk. Terjadi pertambahan berat pada RH 50%.
Atau dalam basis keringnya adalah:
Dalam mengontrol aktivitas air atau kelembaban relatif dapat digunakan berbagai jenis garam seperti tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 3.3 Nilai Aw yang terbentuk dari larutan garam jenuh
Garam jenuh | Water Activity (Aw) | |||
5 oC | 15 oC | 25 oC | 35 oC | |
LiBr | 0.074 | 0.069 | 0.064 | 0.597 |
LiCl | 0.113 | 0.113 | 0.113 | 0.113 |
KCH3CO2 | 0.291 | 0.234 | 0.225 | 0.216 |
MgCl2 | 0.336 | 0.333 | 0.328 | 0.321 |
K2CO3 | 0.431 | 0.432 | 0.432 | 0.436 |
Mg(NO3)2 | 0.589 | 0.559 | 0.529 | 0.499 |
NaNO2 | 0.732 | 0.693 | 0.654 | 0.628 |
SrCl2 | 0.771 | 0.741 | 0.709 | - |
NaCl | 0.757 | 0.756 | 0.753 | 0.749 |
(NH4)2SO4 | 0.824 | 0.817 | 0.803 | 0.803 |
KCl | 0.877 | 0.859 | 0.843 | 0.830 |
BaCl2 | - | 0.910 | 0.903 | 0.895 |
K2SO4 | 0.985 | 0.979 | 0.973 | 0.967 |
DAFTRA PUSTAKA
Adawiyah, D.R. 2006. Hubungan sorpsi air, suhu tansisi gelas dan mobilitas air serta pengaruhnya terhadap stabilitas produk pada model pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB
Brunauer,S., P.H. Emmett dan E. Teller .1938. Adsorption of gasses in multimolecular layers. J. Am. Chem. Soc. 60:309.
Hall. C.W. 1980. Drying and storage of agricultural crops. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.
Purwadaria, H.K dan H.R. Heldman. 1980. Computer simulation of vitamin degradation in a dry model food system during strorage. J. of Food Process Engineering. Vol. 3(1) : 7-28.
Purnomo, Hari. 1995. Aktivitas air dan peranannya dalam pengawetan pangan. UI-Press. Jakarta.
Somantri, A.S. 2003. Persamaan korelasi kadar air keseimbangan untuk lada. Buletin Keteknikan Pertanian. IPB
Wirakartakusumah, M.A dkk .1989. Prinsip teknik pangan. Pusat Antar Universitas (PAU). IPB
thanks for sharing >u<
BalasHapusAssalamualaikum... makasih infonya... mau nanya kalo air bebas dan air terikat dalam bahan pangan itu rekasinya seperti contohnya pada bakso dengan menggunakan bahan pengisi tepung smkin baynk tepung kadar airnya akan semakin meningkat atau menurun. maksih penjelasnnya..
BalasHapusThank for sharing, so helpfull
BalasHapus